Selasa, 29 November 2011

3

Walisanga dari China?
Kontribusi Dari Wal Suparmo
28-02-2008,
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia tak bisa dilepaskan dari jasa Walisanga (wali sembilan). Banyak versi
mengenai kisah para wali ini, salah satunya versi yang menyatakan mereka berasal dari China. Tahun 1968, Profesor
Slamet Mulyana menulis versi yang tidak populer itu dalam bukunya "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Negara-negara Islam di Nusantara", namun dilarang beredar karena dinilai dapat memicu perdebatan SARA (Suku,
Agama, Ras dan Antaragama).
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia tak bisa dilepaskan dari jasa Walisanga (wali sembilan). Banyak versi
mengenai kisah para wali ini, salah satunya versi yang menyatakan mereka berasal dari China. Tahun 1968, Profesor
Slamet Mulyana menulis versi yang tidak populer itu dalam bukunya "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Negara-negara Islam di Nusantara", namun dilarang beredar karena dinilai dapat memicu perdebatan SARA (Suku,
Agama, Ras dan Antaragama).
Menurut Mulyana, orang yang mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa adalah orang Tionghoa, yakni Chen Jinwen
atau yang lebih dikenal dengan Raden Patah alias Panembahan Tan Jin Bun/Arya (Cu-Cu). Ia lah pendiri kerajaan
Demak di Jawa Tengah.
Walisanga dibentuk oleh Sunan Ampel pada tahun 1474. Mereka terdiri dari sembilan orang wali; Sunan Ampel alias
Bong Swie Ho, Sunan Drajat alias Bong Tak Keng, Sunan Bonang alias Bong Tak Ang, Sunan Kalijaga alias Gan Si
Cang, Sunan Gunung Jati alias Du Anbo-Toh A Bo, Sunan Kudus alias Zha Dexu-Ja Tik Su, Sunan Muria Maulana Malik
Ibrahim alias Chen Yinghua/ Tan Eng Hoat, dan Sunan Giri yang merupakan cucu dari Bong Swie Ho.
Sunan Ampel (Bong Swie Ho) alias Raden Rahmat lahir pada tahun 1401 di Champa (Kamboja). Saat itu, banyak sekali
orang Tionghoa penganut agama Muslim bermukim di sana. Ia tiba di Jawa pada 1443. Tiga puluh enam tahun
kemudian, yakni pada 1479, ia mendirikan Mesjid Demak.
Belanda, yang sempat 'berperang' dengan para wali itu sempat tidak mempercayai bahwa sultan Islam pertama di Jawa
adalah orang Tionghoa. Untuk memastikannya, pada 1928, Residen Poortman ditugaskan oleh pemerintah Belanda
untuk menyelidikinya. Poortman lalu menggeledah Kelenteng Sam Po Kong dan menyita naskah berbahasa Tionghoa.
Ia menemukan naskah kuno berusia ratusan tahun sebanyak tiga pedati.
Arsip Poortman ini dikutip oleh Parlindungan yang menulis buku yang juga kontroversial, Tuanku Rao. Slamet Mulyana
juga banyak menyitir dari buku ini. Pernyataan Raden Patah adalah seorang Tionghoa ini tercantum dalam Serat Kanda
Raden Patah bergelar Panembahan Jimbun, yang dalam Babad Tanah Jawi disebut sebagai Senapati Jimbun. Kata Jin
Bun (Jinwen) dalam dialek Hokkian berarti 'orang kuat'. Cucu Raden Patah, Sunan Prawata atau Chen Muming/ Tan
Muk Ming adalah Sultan terakhir dari Kerajaan Demak. Ia berambisi meng-Islamkan seluruh Jawa, sehingga apabila ia
berhasil maka ia bisa menjadi "segundo Turco" (seorang Sultan Turki ke II), sebanding sultan Turki Suleiman I dengan
kemegahannya.
Kata Walisanga yg selama ini diartikan sembilan (sanga) wali, ternyata masih memberikan celah untuk versi penafsiran
lain. Ada yang berpendapat bahwa kata 'sanga' berasal dari kata 'tsana' dari bahasa Arab, yang berarti mulia. Pendapat
lainnya menyatakan kata 'sanga' berasal dari kata 'sana' dalam bahasa Jawa yang berarti tempat.
Kata Sunan yang menjadi panggilan para anggota Walisanga, dipercaya berasal dari dialek Hokkian 'Su' dan 'Nan'. 'Su'
merupakan kependekan dari kata 'Suhu atau Saihu' yg berarti guru. Disebut guru, karena para wali itu adalah guru-guru
Pesantren Hanafiyah, dari mazhab Hanafi. Sementara 'Nan' berarti berarti selatan, sebab para penganut aliran Hanafiah
ini berasal dari Tiongkok Selatan.
Perlu diketahui juga bahwa sebutan 'Kyai' yang kita kenal sekarang sebagai sebutan untuk guru agama Islam, dulu
digunakan untuk memanggil seorang lelaki Tionghoa Totok, seperti pangggilan 'Encek'.
Dan, sadar atau tidak, baju muslim yang kerap digunakan oleh laki-laki muslim Indonesia sangat mirip dengan pakaian
ala China. Baju Koko dan penutup kepala putih dianggap berasal dari China, karena di negeri asal Islam, Timur Tengah,
pakaian ini tidak dikenal.
Sumber:
- D. A. Rinkes "De heiligen van Java"
- Jan Edel "Hikajat Hasanoeddin"
- B. J. O. Schrieke, 1916, Het Boek van Bonang
- Utrecht: Den Boer - G.W.J. Drewes, 1969 The admonitions of Seh Bari : a 16th century Javanese Muslim text attributed
to the Saint of Bonang, The Hague: Martinus Nijhoff
- De Graaf and Pigeaud "De eerste Moslimse Vorstendommen op Java"
- "Islamic states in Java 1500 -1700".
SUARA WARGA
http://citizennews.suaramerdeka.com Menggunakan Joomla! Generated: 29 November, 2011, 16:21
- Amen Budiman "Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia"
- Prof. Slamet Mulyana "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara
SUARA WARGA
http://

Tidak ada komentar:

Posting Komentar